Tanah Merah, Boven Digoel – Dilansir dari Koran Kompas tanggal 19 Januari 2018, Kepala BPH Migas, M. Fanshurullah Asa beserta tim melaksanakan Monitoring Lapangan serta Pengawasan Program BBM Satu Harga yang bertempat di Tanah Merah, ibukota Boven Digoel, Provinsi Papua pada tanggal 18 Januari 2018.
Pengendalian distribusi bahan bakar minyak di wilayah terpencil belum optimal. Sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum atau SPBU kerap kehabisan stok dalam hitungan jam.
Penyebabnya, BBM diborong dan dijual kembali secara eceran dengan harga lebih mahal.
Bupati Boven Digoel, Papua, Benediktus Tambonop mengakui, SPBU di Boven Digoel kerap tutup lebih cepat lantaran saat pasokan tiba langsung terserap habis. BBM tersebut dibeli dan dijual kembali ke sejumlah distrik (kecamatan) yang lokasinya berjauhan. Dengan demikian, realisasi program BBM Satu Harga hanya berlaku di SPBU.
“Luas Boven Digoel lebih dari 27.000 kilometer persegi yang terdiri dari 20 distrik dan 112 kampung. Dengan kondisi seperti ini, wajar apabila harga BBM yang jauh dari SPBU lebih mahal daripada harga resmi. Bisa mencapat Rp. 10.000 per liter” kata Benediktus Tambonop saat menerima kunjungan tim Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Kamis (18/1), di Tanah Merah, ibukota Kabupaten Boven Digoel.
Benediktus berharap, seandainua memungkinkan, kuota BBM di Boven Digoel ditambah. Selain itu, ia meminta agar perizinan niaga penjualan BBM di Boven Digoel dipermudah.
Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa mengatakan, untuk membangung SPBU tambahan di Boven Digoel, investasinya terlampau mahal. Pembangunan salah satu SPBU milik swasta di wilayah tersebut menelan biaya hingga Rp. 5 Miliar.
Saat ini, BPH Migas sedang menggodok kebijakan pembangunan subpenyalur BBM di wilayah terpencil.
“Kalau penyalur ini dikenal sebagai SPBU. Nah, kalau subpenyalur itu setingkat di bawahnya. Semacam penjual eceran yang resmi. Ini yang akan kami tata” ujar Fanshurullah.
Fanshurullah menambahkan, syarat membangun atau berbisnis sebagai subpenyalur adalah pendiriannya minimal berjarak 10 Kilometer dari SPBU reguler dan 5 Km dari SPBU Mini. Adapun haega jual bahan bakar tersebut ditentukan Bupati lewat Peraturan Bupati.
“Bulan depan, BPH Migas akan meneken notankerja sama dengan Polri untuk penertiban penjualan SPBU di wilayah terpencil. Tujuannya mencegag oknum tertentu membeli BBM melebihi batas wajar.” Kata Fanshurullah.
Bobby (36), warta Boven Digoel, mengatakan, saat stok BBM di SPBU habis, harga premium eceran naik sampat Rp. 10.000 hingga Rp. 12.000 per liter. Apabila kelangkaan BBM kian parah, harga premium bisa mencapai Rp. 20.000 per liter. Harga resmi premium sebesar Rp. 6.450 per liter dan solar bersubsidi Ro. 5.150 per liter.
Sales Executive Retail Wilayah I MOR VIII Pertamina Agung Dodo Wibowo menyebutkan, dalam sebulan, konsumsi premium di Boven Digoel sebanyak 365 kilolifer per bulan. Adapun konsumsi solar bersubsidi sebanyak 251 kiloliter per bulan.