BPH Migas Ajak Pemerintah Daerah Tingkatkan PAD dari Sektor BBM

Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengajak Pemerintah Daerah meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari sektor Bahan Bakar Minyak (BBM) atau Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melakukan imbauan kepada konsumen agar membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) dari Badan Usaha yang memiliki Izin Usaha Niaga Umum Bahan Bakar Minyak dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Anggota Komite BPH Migas Abdul Halim menyampaikan, sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2018 tentang Kegiatan Penyaluran BBM, Bahan Bakar Gas, dan Liquefied Petroleum Gas, tidak semua pihak boleh menjual BBM di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pihak yang dapat menjual BBM yaitu Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi untuk Kegiatan Usaha Niaga Umum BBM (BU-PIUNU). Penyalur atau Agen merupakan kepanjangan tangan dari BU-PIUNU, sehingga tidak diperbolehkan untuk melakukan penjualan. Penyalur atau Agen hanya menyalurkan BBM milik BU-PIUNU kepada konsumen atau pengguna akhir. Selain itu, pembayaran terkait kewajiban perpajakan seperti PPN dan PBBKB, serta kewajiban Iuran BPH Migas, seluruhnya dibayarkan oleh BU-PIUNU bukan oleh Penyalur atau Agen.

“Berdasarkan aturan ini (Permen ESDM Nomor 13 Tahun 2018), apabila kita ingin membeli BBM, maka harus dari Badan Usaha yang wajib menjual BBM, dan BBM itu harus dibeli dari BU-PIUNU. Agen tidak boleh menjual BBM karena hanya menyalurkan BBM milik BU-PIUNU kepada konsumen atau pengguna akhir. Agen tidak ada kewajiban untuk memungut dan membayarkan pajak PBBKB, serta tidak ada ketentuan dan aturan iuran BPH Migas,” terang Halim pada acara Sosialisasi Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor se-Kalimantan Barat, di Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa (6/8/2024).

Dalam jual beli BBM, lanjutnya, terdapat tiga komponen yaitu Pajak PPN, PBBKB, dan Iuran BPH Migas. Ketiga komponen tersebut merupakan kontribusi para pelaku usaha kepada negara atas hasil pengelolaan kekayaan negara.

Halim menyarankan agar dalam penyusunan Peraturan Gubernur tentang PBBKB, agar dipertimbangkan berbagai ketentuan, seperti lokasi titik serah sebagai dasar pemungutan PBBKB, BBM yang dipergunakan untuk pembangunan Sarana dan Fasilitas yang menggunakan APBN harus menggunakan BBM Non Subsidi dan lain-lain.

“Apabila konsumen dan BU-PIUNU taat pajak, serta sistem perpajakan PBBKB terintegrasi dengan Lembaga terkait lainnya dapat dilaksanakan maka kompetisi pasar BBM yang sehat akan terjadi. Dengan demikian, Pemerintah Daerah dan konsumen, serta masyarakat juga yang mendapatkan manfaatnya,” jelasnya.

Lebih lanjut Halim menegaskan, harus ada sistem yang terintegrasi agar para pelaku usaha yang berkewajiban untuk membayar pajak selalu taat dan terawasi, meskipun mekanismenya melalui self declare, maka dapat dipastikan pembayaran pajaknya sudah sesuai dan tidak memberikan celah untuk memodifikasi atau memanipulasi pembayaran pajaknya kepada Pemerintah Daerah.

Untuk itu dirinya mendorong adanya Perjanjian Kerja Sama antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan BPH Migas, agar dapat dibuat sistem integrasi antar lembaga pemerintah, pengawasan bersama dan pertukaran data. Hal ini merupakan upaya pengawasan distribusi BBM di wilayah Provinsi Kalimantan Barat, baik BBM subsidi maupun BBM nonsubsidi.

”Melalui integrasi sistem yang kita bangun, insya Allah akan mampu meningkatkan PAD Provinsi Kalimantan Barat karena potensinya sangat besar. BPH Migas telah melakukan kegiatan semacam ini dengan pemerintah daerah lain, dan Alhamdulillah berhasil,” pungkasnya.

BAGIKAN

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on email
Email
Share on telegram
Telegram

Leave a Reply

BERITA TERKAIT