Batam – BPH Migas menggelar Sosialisasi Implementasi Sub Penyalur dan Penyalur Mini yang bertempat di Auditorium Institut Teknologi Batam, Kota Batam, Kepulauan Riau (24/10/2020).
Hadir sebagai narasumber Anggota Komisi VII DPR RI Asman Abnur, Anggota Komite BPH Migas Henry Achmad, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Batam Gustian Riau, Pjs Walikota Batam Syamsul Bahrum & Pjs GM MOR I PT Pertamina (Persero) Pierre Janitza Wauran.
Pjs Walikota Batam Syamsul Bahrum dalam sambutannya menyampaikan sesuai UU nomor 22 th 2001, pasal 8a pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan pendistribusian BBM untuk masyarakat di seluruh NKRI, artinya prioritas adalah pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Saat ini realitanya ekspor gas ke Singapura, tetapi juga impor gas untuk kebutuhan di Batam ini. “Tentu, inilah yang kedepannya pemerintah mencanangkan prioritas untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri, jangan sampai ada istilah tikus mati di lumbung padi,” ujarnya.
Dilanjutkan Bahrum bahwa untuk Kepulauan Riau, juga Batam walaupun kecil, masih ada daerah yang memenuhi kondisi 3T, terluar, terdepan dan terpencil.”Oleh sebab itu penyaluran di Batam penting adanya floating storage, ini khusus untuk daerah pinggiran laut, saya berharap ini bisa diwujudkan,” ujarnya .
Menurutnya, guna mendukung jalannya perekonomian penting juga untuk diperhatikan, keterjangkauan harga, ketersediaan Migas dan kelancaran distribusi, serta sinergisitas antara pemerintah, masyarakat dan Penyalur. Imbuhnya, saat ini harga minyak di kota Batam lebih murah dari 79 kelurahan diluar kotanya, termasuk pulau-pulau disekitarnya. “Karena itu menurutnya, sosialisasi saat ini tepat sebagai ikhtiar memberikan solusi guna mengatasi masalah”.
Sementara itu anggota DPRRI Komisi VII, Asman Abnur yang juga mantan Menpan (2015-2018), menceritakan bahwa ia belajar lagi saat ditugaskan di Komisi VII , karena pengalaman sebelumnya berganti-ganti. “Tapi intinya saya ingin terus memberikan kontribusi untuk masyarakat,” tegas Asman Abnur .
Lebih jauh, “Kebijakan subsidi BBM diberikan, itu diputuskan BPH Migas rapat dengan komisi VII, Pertamina hanya menjalankan tugas menyalurkan, kuota dari BPH Migas,” jelas Asman yang juga pemrakarsa pendirian ITEBA tempat berlangsungnya acara. Harapannya, Asman melanjutkan, dengan sosialisasi ini masyarakat lebih mengenal tentang Migas, termasuk juga terbuka luas jika ada yang berminat masuk menangani bisnis menjadi Sub Penyalur ataupun Penyalur Mini. Asman berharap masyarakat bisa memanfaatkan peluang kemitraan sektor BBM dengan Pertamina, khususnya terkait Sub Penyalur dan Penyalur Mini, yang prospeknya menjanjikan.
Giliran anggota Komite BPH Migas Henry Achmad selain membuka secara resmi acara, memaparkan Pertamina memiliki 5.409 SPBU, jumlahnya sangat sedikit untuk keluasan wilayah. Lanjutnya, paling tidak, Sub Penyalur dan Penyalur Mini inilah yang nantinya menjadi pendorong awal agar perekonomian masyarakat bisa tumbuh sebagai ikhtiar memenuhi tanggung jawab pemerintah, melalui BPH Migas untuk menjamin ketersediaan BBM. “Sub Penyalur, memiliki pasar tertutup, kelompok bersama masyarakat yang memiliki kepentingan sama,” jelasnya .
Sesuai peraturan BPH Migas nmr 6 Tahun 2015, lanjut Henry, menyangkut JBT solar dan biosolar yang disubsidi, juga JBKP premium, tidak disubsidi tetapi ditugaskan pemerintah untuk menyalurkan. Intinya Penyalur masih sangat kurang, yang ada Penyalur Mini ilegal yaitu Pertamini yang tidak punya izin, takaran tidak ditera, juga tidak ada jaminan sumbernya legal, meski saat ini diakui keberadaan penjangkauan membantu, tetapi tidak standar. “Oleh karena itu, kita punya program Pertashop, ini legal, kalau yang swasta di Jawa Barat ada Exxon Mobile yang punya Penyalur Mini legal, juga Shell mau garap ini,” ujarnya. Ini menyangkut kebutuhan masyarakat akan ketersediaan BBM, juga tuntutan teknis dan ekonomis.
Dijelaskan, selain Pertashop ada juga Sub Penyalur, sekelompok masyarakat yang memiliki kebutuhan BBM, diwakili untuk didistribusikan ke kelompoknya dengan harga yang disepakati, yang besarnya biaya angkut ditetapkan pemda. Syarat menjadi Sub Penyalur memiliki anggota, jarak 10 km dari SPBU terdekat, memiliki tempat penyimpanan 3000 ltr, di SK kan pemda. Riau juga, baru punya 128 penyalur, sehingga masih sangat kurang. “Pertashop memasarkan pertamax, harganya sama dengan SPBU. Margin ditentukan oleh Pertamina 850 perliter, ini yang sedang kita kembangkan,” ujarnya. Jika Pertashop massive, harapannya akan mengganti yang ilegal. Kalau terkait gas, kewenangan BPH Migas adalah yang melalui jaringan pipa gas, bukan yang tabung.
Selanjutnya , Pjs GM MOR I Pertamina (Persero) Pierre Janitza Wauran menyampaikan “Pertamina hanya operator, semua diatur stakehoder, bekerja berdasarkan SK kuota. Keuntungan yang diperoleh berdasarkan fee, tetapi jika rugi Pertamina harus nanggung. JBT solar dan biosolar, JBKP premium, kuota ditetapkan pemerintah lewat BPH Migas dan Pertamina bekerja berdasarkan kontrak, “ujarnya.
Ditambahkan, bahwa jenis penyalur ada SPBU, SPBN, SPBU kompak untuk BBM satu harga, yang terakhir Pertashop. Sedangkan untuk kebijakan BBM satu harga di Kepri ada 3 saat ini, 2 di Natuna, 1 di Bintan, penunjukan dari BPH Migas. Lebih jauh, terkait Pertashop ada 3 type, bedanya di investasi kisaran 300 jt untuk gold, 500 jt platinum dan 700 jt diamond. Pertashop kedepan juga dicanangkan menjual LPG non subsidi dan pelumas.
Persyaratan memiliki badan hukum yang disahkan pemerintah terkait, memiliki areal yang memungkinkan dan dikuasai dibuktikan akte, bisa dilewati mobil tanki, jarak 10 km dari SPBU terdekat, tujuan supaya SPBU tidak tergerus pasarnya, menjaga mitra terdahulu, selengkapnya bisa dilihat di website Pertamina. Ada juga kerjasama dengan Kemendagri melalui pemerintahan desa akan dikembangkan Pertashop sebanyak-banyak daerah yang dinilai feasible.
Selanjutnya Kadis Perindag Batam, Gustian Riau menyampaikan usulan untuk th 2021 untuk penambahan kuota BBM di Batam. Juga keprihatinannya, terkait LPG masih menjadi problem, karena data di Pertamina Batam seharusnya mewakili, tetapi selalu diminta untuk mengambil data di Medan, sehingga selalu tidak sinkron saat ini. Mengakhiri pembicaraan, bahwa menurutnya kondisi di Batam juga masih banyak Pertamini ilegal. “Semoga berbagai problem ini bisa segera teratasi,” harapnya .
Kegiatan yang dihadiri 100 peserta dengan protokol kesehatan, di Auditorium ITEBA berlangsung lancar, peserta antusias mengikuti acara di kampus yang digadang-gadang lulusannya diharapkan memiliki daya saing tinggi, membanggakan Indonesia.