Jakarta – Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dan memperkuat peranan BPH Migas dalam mengatur dan mengawasi ketersediaan dan pendistribusian BBM dan usaha gas bumi melalui pipa, Kepala BPH Migas, M Fanshurullah Asa dan Rektor Universitas Indonesia (UI), Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D., menandatangani Nota Kesepakatan Bersama tentang Pengkajian, Sosialisasi, Pengabdian Kepada Masyarakat di Sektor Hilir Minyak dan Gas Bumi melalui aplikasi daring hari ini (12/6).
Adapun ruang lingkup dari nota kesepakatan yang berlaku selama 3 (tiga) Tahun antara BPH Migas dengan Universitas Indonesia ini meliputi :
1. Kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, melalui pelatihan dan bimbingan teknis;
2. Kerja sama pengkajian, publikasi, dan penyelenggaraan seminar/lokakarya, diskusi akademik, dan focus group discussion;
3. Pertukaran informasi dan referensi dalam pengembangan kajian ilmiah bersama, dan/atau;
4. Kerjasama lainnya berdasarkan kesepakatan PARA PIHAK yang tidak bertentangan dengan tugas dan fungsi masing-masing PIHAK.
M. Fanshurullah Asa atau yang sering dipanggil Ifan memaparkan bahwa terdapat 4 poin utama kerja sama antara BPH Migas dan UI, yakni kajian kebutuhan JBT (Jenis BBM Tertentu) untuk konsumen pengguna transportasi khusus, darat, dan non-transportasi; kajian penyusunan Rencana Strategis BPH Migas 2020-2024; kajian multiplier effect dan nilai tambah atas pemanfaatan iuran BPH Migas; dan kerja sama lain sesuai kesepakatan.
“Ini tantangan bagaimana kerja sama BPH Migas dengan civitas akademika termasuk UI untuk mewujudkan regulasi sehingga terjadi efisiensi untuk kepentingan rakyat,” sambungnya.
Ifan menambahkan, dana BPH Migas yang didapat dari iuran badan usaha yang telah disetor ke Kas Negara sebagai PNBP senilai Rp 1,3 triliun hingga kini yang dipakai baru sekitar Rp 250 miliar. Jadi, terdapat dana sekitar Rp 1 triliun yang belum digunakan. Ia berharap dana tersebut dipakai oleh BPH Migas dulu untuk kepentingan masyarakat.
“Dengan kerja sama UI kita bisa menyusun PP atau peraturan yang lebih jelas dan disampaikan ke Menteri Keuangan, sehingga bisa menggunakan uang Rp 1 triliun untuk bisa dikembangkan secara signifikan bagi negara,” tuturnya
Selain itu, BPH Migas juga memiliki beberapa tugas dan peran yang belum berjalan secara maksimal, seperti pemanfaatan bersama fasilitas pengangkutan dan penyimpanan BBM, dispute resolution body, hingga jumlah penyalur migas yang masih sedikit di daerah-daerah. Kerja sama dengan UI dapat dimaksimalkan untuk menemukan solusi dalam rangka meningkatkan ketersediaan BBM di masa depan.
“Idealnya kita berharap BPH Migas ingin di setiap desa punya penyalur. Apakah mini, sedang, atau besar kita ingin menjamin ketersediaan BBM di NKRI. 5-10 tahun ke depan akan dibangun lembaga distribusi penyalur Indonesia,” sambungnya.
Kepala BPH Migas, M Fanshurullah Asa berharap bahwa kerja sama ini harus dapat dimaksimalkan secara optimal guna meningkatkan kinerja BPH Migas sebagai Badan Pengatur dalam kegiatan hilir migas.
“Kami (BPH Migas) berharap agar Nota Kesepakatan ini merupakan langkah dimana BPH Migas dapat bersinergi dengan lembaga akademis untuk terus meningkatkan kinerja BPH Migas dalam mengatur dan mengawasi ketersediaan dan pendistribusian BBM dan usaha gas bumi melalui pipa dan di sisi lain untuk memperkuat hasil kajian BPH Migas terkait tugas dan fungsi BPH Migas itu sendiri, karena setiap kajian terkait kegiatan hilir migas perlu mendapatkan dukungan salah satunya dari kalangan akademis atau perguruan tinggi” tambah Ifan.
Selain itu, dalam kesempatan yang sama, juga digelar Webinar antara BPH Migas dengan Universitas Indonesia dengan tema Dampak Covid-19 terhadap Sektor BBM. Kegiatan Webinar ini dihadiri oleh Kepala BPH Migas, Komite BPH Migas, beserta jajarannya dan Rektor Universitas Indonesia, Para Wakil Rektor UI beserta jajarannya, Mahasiswa, Badan Usaha, Instansi peserta dengan jumlah peserta sebanyak 430 orang. Webinar juga ditayangkan secara live melalui youtube https://youtu.be/kREyR43NuZk.
Dalam paparannya, Kepala BPH Migas, M. Fanshurullah Asa menjelaskan dampak Pandemi Covid-19 dalam penyaluran BBM JBT dan JBKP. Pada masa Pandemi Covid-19 realisasi penyaluran BBM JBT dan JBKP mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama di tahun 2019, dengan rincian sebagai berikut :
1. JBT (Jenis BBM Tertentu)
• Solar turun 40%
• Kerosen turun 14%
2. JBKP (Jenis BBM Khusus Penugasan)
• Premium turun 33%
Di Tengah Pandemi Covid-19 BPH Migas tetap menjalankan tugas dalam pengaturan dan pengawasan ketersediaan BBM dan pengangkutan Gas Bumi melalui pipa, antara lain :
1. Meminta SPBU untuk tetap memberikan pelayanan penyediaan BBM dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 yang telah ditetapkan oleh Pemerintah seperti penggunaan masker baik petugas SPBU maupun konsumen, pemakaian sarung tangan, penyediaan hand sanitizer dan disinfectan, dan sabun cuci tangan di SPBU, jaga jarak (physical distancing) antara petugas SPBU dan konsumen, dan prosedur lain yang diperlukan untuk mencegah penyebaran covid-19.
2. Pengecekan fisik ke lapangan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi Pandemi COVID-19 dan penerapan Protokol Kesehatan
3. BPH Migas memanfaatkan fasilitas video conference dalam rapat koordinasi internal maupun dengan para stakeholder.
Sementara itu, Rektor Universitas Indonesia Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D menyebut bahwa MoU yang disepakati pihaknya dengan BPH Migas merupakan hal yang baik, sebab metodologi yang dimiliki para akademisi tidak cukup kalau tidak dipraktekkan.
“UI mendukung dan berkomitmen kerja sama dengan BPH Migas, UI akan menjadi menara air yang mengalirkan ilmu dan pengetahuan dan berkolaborasi dengan pemerintah dan industri. Diharapkan dengan kajian yang dilakukan dapat menjadi solusi terbaik bagi Pemerintah dalam merespon dampak terhadap pandemi ini,” terang Ari Kuncoro.
Untuk rencana masa depan, Ari Kuncoro memaparkan bahwa UI akan senantiasa melakukan studi di mana data yang digunakan dalam penelitian berasal dari BPH Migas untuk menentukan apa saja yang potensial karena ada kemungkinan Indonesia akan beralih dari era bahan bakar fosil.
“Jadi nanti dalam studi dengan BPH Migas, yang potensial itu apa di masa depan, barangkali nanti indonesia akan beralih minyaknya ke sektor petrochemical karena mungkin era bahan bakar fosil sudah berakhir. BPH Migas tetap diperlukan, ini adalah sesuatu yang baru,” pungkasnya.
Penulis: Ade Mahendra
Editor: Daman