Dalam Kondisi Pandemi COVID 19, BPH Migas Gelar FGD Daring Pertama Bahas Draft PERMEN ESDM dan PER BPH Tentang Cadangan Operasional BBM

Jakarta – Berdasarkan Pasal 46 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, BPH Migas memiliki tugas dalam mengatur dan menetapkan cadangan BBM Nasional, oleh karena itu BPH Migas menyelenggarakan Focus Group Discussion Daring pertama kali yang membahas terkait Aspek Hukum dari Draft PERMEN ESDM dan Peraturan BPH Migas Terkait Cadangan BBM Nasional bersama dengan Guru Besar Hukum Tata Negara sekaligus Kepala Departemen Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran, Prof. Susi Dwi Harijanti, S.H., LL.M., Ph.D. Hari ini (16/4).

Menurut terminologi berdasarkan tinjauan dasar hukum, cadangan BBM dapat diartikan sebagai :
1. Cadangan Bahan Bakar Minyak Nasional adalah jumlah tertentu Bahan Bakar Minyak untuk mendukung penyediaan Bahan Bakar Minyak dalam negeri. (Pasal 1 angka 8, PP 36/2004)
2. Cadangan Strategis Minyak Bumi adalah jumlah tertentu Minyak Bumi yang ditetapkan Pemerintah yang harus tersedia setiap saat untuk kebutuhan bahan baku Pengolahan di dalam negeri guna mendukung ketersediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dalam negeri. (Pasal 1 angka 7, PP 36/2004)
3. Cadangan Penyangga Energi adalah jumlah ketersediaan sumber energi dan energi yang disimpan secara nasional yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi nasional pada kurun waktu tertentu. (Pasal 1 angka 14, UU 30/2007)
4. Cadangan Strategis adalah cadangan energi untuk masa depan. (Pasal 1 angka 22, UU 30/2007)

Dari terminologi yang disebutkan bahwa cadangan BBM Nasional merupakan cakupan dari Cadangan Operasional BBM. Sedangkan Cadangan Operasional BBM itu sendiri adalah jumlah Bahan Bakar Minyak yang disimpan oleh Pemegang Izin Usaha dalam cakupan waktu (hari) tertentu pada fasilitas penyimpanan untuk memenuhi kegiatan operasional Badan Usaha dan mendukung ketersediaan BBM Dalam Negeri.

Hal hal pokok terkait pengaturan cadangan operasional BBM adalah :
1. Perhitungan cadangan operasional BBM dilakukan pada fasilitas penyimpanan di Terminal BBM, Depot, dan/atau fasilitas penyimpanan lainnya;
2. Penentuan jumlah hari cadangan operasional BBM dihitung rata-rata 11 – 23 hari untuk jangka waktu triwulan operasional;
3. Penelitian dan Verifikasi dilaksanakan dengan menggunakan formula: 
CDm = Sigma Cdh / Sigma D

dimana CDm adalah Coverage Days Cadangan Operasional Rata-rata triwulan (hari)
Sigma Cdh = Jumlah Coverage Days Cadangan Operasional BBM harian (hari)
Sigma D = Jumlah hari pada triwulan berjalan

4. Penentuan jumlah hari cadangan operasional adalah untuk setiap jenis BBM;
5. Penyediaan cadangan operasional BBM Badan Usaha menjadi tanggungan Badan Usaha 
yang bersangkutan. Badan Usaha dimaksud adalah Badan Usaha Niaga Umum BBM;
6. Pengawasan cadangan operasional BBM diantaranya dilakukan dengan sistim informasi 
(digitalisasi) yang terintegrasi pada Badan Pengatur dan Kementerian ESDM.

Pimpinan rapat, Komite BPH Migas, M Ibnu Fajar BPH Migas menekankan beberapa hal yang akan dibahas dalam FGD kali ini antara lain :
1. Bagaimana posisi dari Peraturan BPH Migas dan PERMEN ESDM dalam mengatur terkait Cadangan BBM ini.
2. Definisi atau terminologi cadangan BBM apakah dapat mengacu kepada UU 22/2001 atau kita dapat membuat terminologi baru?

Prof. Susi Dwi Harijanti, S.H., LL.M., Ph.D. membahas terkait cadangan BBM dari aspek hukum dengan hasil sebagai berikut :
1. Cadangan Operasional BBM yang merupakan bagian dari Cadangan Bahan Bakar Minyak Nasional adalah jumlah BBM yang disimpan oleh Pemegang Izin Usaha dalam cakupan waktu (hari) tertentu pada fasilitas penyimpanan untuk memenuhi kegiatan operasional Badan Usaha dan mendukung ketersediaan BBM dalam negeri. Jika dikatakan “bagian dari Cadangan Bahan Bakar Minyak Nasional”, berarti “Cadangan Operasional BBM” terdiri atas beberapa bagian lainnya selain “Cadangan Bahan Bakar Minyak Nasional”. Tetapi rancangan peraturan tidak memperlihatkan adanya bagian lain tersebut
2. Terjadinya konflik norma pada pembagian kewenangan antara Menteri ESDM dengan BPH Migas sebagaimana dalam Pasal 46 UU Migas dengan Pasal 4 PP 36/2004, sehingga harus diselesaikan dengan asas hukum.
3. Terkait sanksi, dimana sanksi yang dapat dimuat hanyalah sanksi administratif saja. Pengenaan norma sanksi masih bersifat “blangko” dengan menggunakan frasa “memberikan sanksi kepada Pemegang Izin Usaha yang tidak melaksanakan ketentuan Peraturan Menteri ini”.
4. Ada beberapa materi yang belum diatur antara lain :
A. Ketentuan pelaksana pasal 60 PP Nomor 36/2004: “Cadangan Bahan Bakar Minyak Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) hanya dipergunakan pada saat terjadinya Kelangkaan Bahan Bakar Minyak yang pengaturan dan penetapannya dilaksanakan oleh Badan Pengatur. “

Berkaitan dengan hal ini, perlu pengaturan mengenai:
1. Kriteria kondisi kelangkaan BBM;
2. Tata cara penggunaan cadangan operasional BBM; dan c. Tata cara pengembalian cadangan ke keadaan semula.

B. Kebutuhan ketentuan lebih lanjut mengenai penunjukan badan usaha untuk menyediakan cadangan BBM Nasional (Pasal 59 ayat (3) PP 36/2004). Tidak ada delegasi, namun dapat dibuat beleid.
Berkaitan dengan hal ini, perlu diatur mengenai:
1. Kriteria keadaan sehingga penunjukan dapat dilakukan; dan
2. Konsekuensi dari penunjukan bagi badan usaha

BAGIKAN

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on email
Email
Share on telegram
Telegram

BERITA TERKAIT