Jakarta — Indonesia merupakan wilayah yang terdiri dari banyak pulau. Moda transporasi seperti kapal laut pun menjadi pilihan tepat untuk bisa menuju dari satu lokasi ke lokasi lain untuk mengangkut berbagai barang kebutuhan pokok. Karenanya optimalisasi moda transportasi seperti kapal perintis dan lain sebagainya menjadi satu keharusan.
Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Ibrahim Hasyim saat menjadi pembicara dalam rapat koordinasi nasional pelayaran perintis yang diselenggarakan oleh Ditjen Perhubungan laut Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, Senin (14/11/2016) mengatakan terkait konektivitas antar pulau yang terpencil dengan menggunakan moda transportasi seperti kapal perintis, Pelni dan lainya tentu erat kaitanya dengan Bahan Bakar Minyak (BBM).
“Tanpa tersedianya BBM secara cukup, dapat dipastikan akan mempengaruhi kelancaran kegiatan angkutan penumpang dan barang keseluruh lokasi-lokasi terpencil. Karena itu ketepatan penetapan kuota BBM untuk kapal perintis sangatlah penting, terlebih karena BBM untuk kapal perintis itu adalah bersubsidi,” ujar Ibrahim Hasyim.
Selanjutnya diungkapkan Ibrahim pada kesempatan itu, betapa sulitnya menetapkan besaran volumenya, bagaimana prosesnya, mulai dari memverifikasi usulan secara administrasi serta peninjauan ke lapangan sampai dengan bagaimana menggunakan formula perhitungan. Sebagai Anggota Komite yang ikut memutuskan, mengakui bahwa penentuan volume BBM untuk angkutan perintis dan angkutan pelayaran rakyat termasuk rumit dan karena itu diminta adanya koordinasi yang erat antar para pemangku kepentingan.
Seperti diketahui, sejak tahun 2014 hanya minyak tanah dan minyak solar yang masih diberi subsidi oleh Pemerintah dan dalam pendistribusiannya sangat dituntut ketepatan jumlah dan siapa sektor penggunanya.
Angkutan Perintis kedepan diperkirakan akan terus meningkat, karena sejalan dengan program nawacita, Pemerintah akan memprioritaskan pembangunan dari pinggir, dari lokasi terpencil yang terus berkembang dan dengan sendirinya akan membutuhkan BBM sebagai sumber energi.
Karena itu BPH Migas, lanjut Ibrahim, sesuai UU No. 22 Tahun 2001 berkomitmen untuk mendukungnya, melalui jaminan penyediaan dan pendistribusian BBM diseluruh Wilayah Negara Republik Indonesia (NKRI).