Jakarta – BPH Migas menggelar rapat koordinasi untuk menindaklanjuti temuan hasil Pemeriksaan BPK-RI atas Laporan Keuangan BPH Migas Tahun Anggaran 2019, (03/06/20). Rapat yang dilakukan secara daring/online dipimpin langsung oleh Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa dan di hadiri oleh Auditor Keuangan Negara IV BPK RI Padang Pamungkas, Inspektur Jenderal ESDM Akhmad Syahroza, Direktur PNBP Sumber Daya Alam dan Keuangan Negara Dipisahkan Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Kurnia Chairani, Kepala Biro Keuangan Sekretariat Jenderal KESDM Erika Retnowati, Perwakilan Biro Hukum KESDM, Perwakilan Ditjen Migas KESDM, Komite BPH Migas, Sekretaris BPH Migas sekaligus Plt. Direktur Gas Bumi dan Direktur BBM BPH Migas.
Salah satu temuan Pemeriksaan Laporan Keuangan BPH Migas TA. 2019 oleh BPK-RI adalah terdapat Badan Usaha yang masa berlaku ijin usahanya telah habis tetapi melakukan kegiatan usaha dan melakukan penyetoran iuran BPH Migas dan telah dicatat oleh BPH Migas sebagai PNBP. Atas temuan pemeriksaan tersebut, BPK RI merekomendasikan agar BPH Migas menyusun dan menerapkan peraturan pelaksanaan yang lebih rinci atas PP No. 48 tahun 2019 dan supaya lebih tegas dalam menegakkan ketentuan kepada Badan Usaha yang masa berlaku izin usahanya telah berakhir.
Rapat Koordinasi yang dihadiri seluruh stakeholder terkait menghasilkan kesimpulan bahwa berdasarkan prinsip substance over the form (subtansi mengungguli bentuk formal) sebagaimana diatur dalam PP 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan BPH Migas agar mengenakan, memungut dan menagih iuran terhadap:
1. Badan Usaha yang tetap melakukan kegiatan usaha yang masa izin usahanya telah habis atau dalam proses perpanjangan.
2. Badan Usaha yang tetap melakukan kegiatan usaha sebelum Izin Usaha terbit.
3. Badan Usaha yang tetap melakukan kegiatan usaha ketika sedang melakukan penyesuaian izin usaha (perubahan produk/konsumen/ruas pengangkutan).
4. Badan Usaha yang tetap melakukan kegiatan usaha ketika sudah memperoleh izin usaha namun belum mandapatkan Hak Khusus.
5. Badan Usah yang belum ditetapkan tarif pengangkutannya.
Sebagai tindak lanjutnya BPH Migas agar selalu berkoordinasi dengan Ditjen Migas KESDM dan Inspektorat Jenderal KESDM dalam pemungutan dan penarikan iuran Badan Usaha, BPH Migas akan segera menerbitkan peraturan yang mengatur tata cara dan kriteria penarikan iuran kepada seluruh Badan Usaha hilir migas sebagai aturan pelaksanaan PP 1 Tahun 2019. Selain itu juga harus dilakukan pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha hilir migas yang tidak sesuai dengan izin usaha dan ketentuan yang berlaku.
“BPH Migas segera menindaklanjuti temuan BPK RI dan rapat koordinasi ini. Dengan adanya rapat koordinasi ini maka akan tercipta persamaan persepsi terkait pemungutan Iuran sesuai PP 48 tahun 2019 baik dari BPH Migas sebagai pemungut dan penagih iuran maupun dari Inspektorat Jenderal KESDM selaku aparat pengawas internal Pemerintah dan juga BPK RI selaku auditor eksternal” Jelas Ifan, sapaan M. Fanshurullah Asa saat menutup rapat koordinasi tersebut.
Sebagai diketahui sesuai PP 48 tahun 2019, Badan Usaha yang melakukan kegiatan niaga BBM, Badan Usaha yang melakukan kegiatan niaga dan atau pengangkutan gas bumi melalui pipa wajib membayar iuran kepada Badan Pengatur (BPH Migas). Iuran tersebut harus disetor ke Kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). BPH Migas dapat menggunakan PNPB tersebut melalui mekanisme APBN untuk peningkatan pelayanan kepada Badan Usaha dan peningkatan PNBP.