Jakarta – Menanggapi perubahan paradigma pemanfaatan energi nasional di Indonesia, dimana pola konsumsi energi yang meningkat dengan dihadapkan pada keterbatasan sumber daya energi nasional yang ada, maka diperlukan langkah-langkah terpadu untuk menyelesaikan masalah tata kelola migas yang salah satunya melalui penguatan kegiatan usaha hilir migas yang harus diantisipasi secara cermat dalam agenda revisi UU 22 Tahun 2001. Oleh karena itu, BPH Migas yang dipimpin langsung oleh Kepala BPH Migas, M Fanshurullah Asa menyelenggarakan rapat kajian tata kelola kelembagaan hilir migas bersama Pusat Studi Energi (PSE) Universitas Gadjah Mada melalui aplikasi daring hari ini (5/5).
Merujuk pada fenomena yang ada, diperlukan kajian mengenai pembaharuan tata kelola kegiatan usaha hilir migas dengan beberapa aspek penelitan sebagai berikut :
1. Reformulasi peranan dan fungsi BPH Migas
2. Kualifikasi kegiatan usaha hilir migas menjadi 3 bagian, yaitu :
* Kegiatan usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa dan non pipa
* Kegiatan usaha niaga gas bumi melalui pipa dan non pipa
* Kegiatan usaha pendukung termasuk CNG dan LNG pada kegiatan usaha gas bumi
3. Kegiatan pengolahan minyak, diperlukan penekanan di beberapa hal, antara lain :
* Posisi Badan Usaha pemegang Izin Usaha Pengolahan yang dapat membeli Minyak Bumi dan BUMN-Migas atau Impor
* Pengolahan minyak bumi menjadi gas olahan termasuk dalam dan/atau merupakan kegiatan usaha hilir selama ditujukan untuk memperoleh keuntungan dan/atau laba serta bukan merupakan kelanjutan kegiatan usaha hulu
Adapun tujuan dari kajian yang dilakukan terhadap tata kelola kelembagaan hilir migas ini antara lain :
1. Memperoleh kajian tata kelola sektor hilir migas di Indonesia
2. Merumuskan rekomendasi tata kelola kelembagaan di sektor hilir migas yang sesuai dengan paradigma migas sebagai modal pembangunan
PSE Universitas Gadjah Mada mengkaji tata kelola kelembagaan hilir migas dengan beberapa ruang lingkup penelitian yang meliputi isu-isu sebagai berikut :
1. Struktur organisasi Badan Pengatur Hilir
2. Pengaturan anggaran Badan Pengatur Hilir
3. Peran Badan Pengatur Hilir dalam penyelesaian sengketa di bidang hilir
4. Pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga minyak
5. Pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga ga bumi
6. Konservasi dan cadangan migas
7. Pemanfaatan Migas yang meliputi konsumen pengguna, harga, subsidi, dan ekspor-impor
8. Perbandingan (benchmarking) dengan negara lain
Kepala BPH Migas, M Fanshurullah Asa mengatakan bahwa kajian terhadap kegiatan usaha hilir migas ini juga harus dilakukan dengan sistem benchmarking kepada negara negara lain, agar dapat memposisikan BPH Migas secara tepat baik sekarang dan untuk masa yang akan datang dengan cara mengantisipasi perkembangan dunia energi ke depan, serta kajian yang dilakukan oleh PSE UGM ini diharapkan juga dapat menjadi kajian akademis dalam revisi UU 22 tahun 2001.
“Dengan kondisi real seperti sekarang di Indonesia, kita harus dapat memposisikan BPH Migas secara tepat, baik itu tugas fungsi hingga anggaran sebagai lembaga yang independen dengan dasar hukum yang lebih kuat lagi. Selain itu, kita perlu melakukan benchmarking terhadap lembaga lembaga regulator sejenis BPH Migas di beberapa Negara lain, karena selain kita bisa pelajari apa saja yang membuat sistem regulator mereka cukup berhasil, kita juga dapat memetakan dan merencanakan bagaimana potensi energi di masa yang akan datang seperti layaknya dengan eneri terbarukan, oleh karena itu, serta kita semua berharap bahwa kajian yang dilakukan oleh PSE UGM ini juga dapat dijadikan sebagai referensi kajian akademik dalam pembentukan revisi UU 22 Tahun 2001 tentang Migas ” tambah Ifan.