Makassar – BPH Migas yang diwakili oleh Komite BPH Migas, H. Ahmad Rizal, Sumihar Panjaitan, dan Jugi Prajogio bersama Anggota Komisi VII DPR RI, BAPPENAS, BKPM, Kementerian Perindustrian menyelenggarakan Rapat Koordinasi Pemanfaatan Gas Bumi di Wilayah Sulawesi tanggal 1 s.d. 3 November 2017 bertempat di Hotel Novotel Makassar.
Kegiatan ini dibagi menjadi 2 sesi besar, pada sesi yang pertama dilaksanakan Diskusi Panel bersama dengan Anggota Komisi VII DPR RI, Hj. Andi Yuliani Paris, H. Andi Ridwan Witiri, Mukhtar Tompo, dan H. Andi Jamaro Dulung dalam membahas terkait Kebijakan dan Pemanfaatan Gas di Wilayah Sulawesi Selatan dan sesi berikutnya diisi oleh para narasumber yang berasal dari BAPPENAS, BKPM, dan Kementerian Perindustrian.
Pada kesempatan ini, Andi Yuliani Paris mengatakan bahwa pemanfaatan gas bumi di wilayah Sulawesi Selatan masih tergolong kecil karena terkait infrastruktur yang belum seluruhnya terbangun di wilayah Sulawesi oleh karena itu saya akan terus mendorong agar Pemerintah Pusat dan stakeholder gas bumi untuk terus berupaya dalam membangun jaringan pipa gas bumi di Sulawesi. Senada dengan Andi Yuliani Paris, Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtar Tompo juga menyebutkan bahwa pemanfaatan gas bumi di wilayah Sulawesi masih belum terlalu besar padahal minat masyarakat dan kalangan pengusaha di Sulawesi sangat besar terhadap pemakaian gas bumi dan memang diduga adalah masalah fasilitas pendukung yang menyebabkan pemakaian gas bumi di Sulawesi tidak terlalu besar. Selain itu, Mukhtar menambahkan bahwa migas bukanlah komoditi strategis melainkan komoditi pasar. Ini yang menyebabkan bahwa mekanisme harga harus diserahkan pada pasar bukan pada Pemerintah dan justru inilah peran BPH Migas dalam mengawasinya.
Terkait dengan infrastruktur gas bumi, Komite BPH Migas, Jugi Prajogio mengatakan bahwa BPH Migas sudah mengupayakan dalam mengusulkan kepada Pemerintah untuk ikut mendirikan tangki atau pipa penyalur yang dipergunakan bagi penerimaan gas alam cari/LNG. Selain membangun jaringan gas ke rumah tangga, konverter gas dan SPBG, Negara melalui Pemerintah juga harus membangun infrastruktur di Jaringan LNG, karena Indonesia mempunyai alokasi LNG dan besar kemungkinan ekspor turun karena Domesti Market Obligation (DMO). Selain itu, di wilayah Indonesia Timur adalah wilayah yang paling membutuhkan terminal LNG, karena di wilayah tersebut banyak ditemui sumber gas namun tidak memiliki tangki terminal LNG yang berakibat kawasan industri di Indonesia Timur menjadi kurang berkembang.