Jakarta — Pemerintah dan DPR telah menetapkan alokasi kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dalam APBN-P 2014 sebesar 46 juta kiloliter (KL). Kuota tersebut harus dikendalikan supaya tepat sasaran, karena BBM bersubsidi bukan untuk semua orang. Tujuan BBM Subsidi untuk masyarakat yang tidak mampu. Lantas siapa saja sebenarnya yang berhak atas BBM bersubsidi?
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Ibrahim Hasyim mengungkapkan siapa-siapa saja yang boleh atas BBM bersubsidi jelas disebutkan dalam Peraturan Presiden Nomor 15 tahun 2012.
“Dalam Perpres 15 tahun 2012 itu disebutkan siapa-siapa saja yang boleh. Disitu ada 6 kelompok, diantaranya transportasi, rumah tangga, nelayan, usaha mikro, layanan umum, usaha pertanian. Itulah yang boleh,” kata Ibrahim Hasyim, Jumat (28/11/2014) di Jakarta.
Menurut Ibrahim, kalau sudah diketahui siapa-siapa yang boleh tiap daerah sudah diberi kuota, kemudian diberi kewenangan untuk mengatur, khususnya minyak solar kepada kelompok-kelompok tertentu. Disini Pemda menetapkan siapa yang boleh dan tidak boleh. Semua yang dilakukan ini, lanjut Ibrahim, muaranya ada dua. Pertama, bagaimana agar dia (BBM subsidi) tepat sasaran, makanya diperlukan pengawasan. Kedua, harus mampu mendorong penggunaan BBM non subsidi.
“Kalau ini berjalan maka besaran subsidi yang diberikan pemerintah bisa cukup. Makanya apabila dalam rangka pelaksanaan kuota BBM subsidi dirasa kurang maka BPH Migas pun mengeluarkan instruksi pada Agustus lalu seperti pengendalian dijalan tol, daerah-daerah tertentu tidak boleh buka pada malam hari dan sebagainya,” pungkasnya.
Ibrahim menambahkan insiatif pengendalian juga berjalan di daerah. Tiap-tiap daerah karena merasa mendapat kuota tertentu dan dia harus menyelamatkan kebutuhan rakyatnya akhirnya dia mengeluarkan inisiatif- inisiatif sendiri. Dibeberapa daerah itu jalan, seperti hanya boleh membeli berapa liter atau berapa rupiah.
Sementara terkait dengan pengawasan BBM subsidi tersebut, Komite BPH Migas Martin Samodra Ritonga, mengatakan secara prinsip telah diupayakan dengan model-model peraturan. Salah satu model yang dibuat adalah dengan penerbitan rekomendasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
“Nelayan tidak bisa mendapat BBM subsidi begitu saja. Dia harus melalui rekomendasi yang sudah terdaftar. Ini salah satu cara untuk mengendalikan dan supaya BBM subsidi tepat sasaran. Sistem itu sebenarnya sudah sebagai satu pengawasan,” dicontohkan Martin.