JAKARTA. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Selasa (22/4/2014) melaksanakan Forum Diskusi dengan para badan usaha, di Aula Gedung BPH Migas. Forum Diskusi dilakukan dalam rangka komunikasi dua arah antara Badan Pengatur dan badan usaha yang diatur dan diawasi.
Pada kesempatan tersebut, Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Sommeng, mengusulkan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) secara bertahap dihapus ke mekanisme pasar sehingga pemerintah tidak terbebani. “Indonesia bukan lagi produsen minyak mentah karena mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang mencapai 1,4 juta barel per hari. Produksi minyak mentah kita hanya sekitar 803.000 barel per hari. Dengan kondisi seperti ini, maka pemberian subsidi tidak baik, pasalnya, bila harga crude naik maka beban negara akan semakin besar” kata andy.
Pemerintah sebenarnya telah memiliki road map sampai kapan subsidi akan diberikan. Hanya saja, memang ada skema lain, yakni tetap memberi subsidi, tapi harus tepat sasaran dan jumlah. Kuota BBM bersubsidi tahun 2014 berjumlah 48 Kiloliter yang terdiri 32,46 juta kiloliter Premium, 900.000 Kl minyak tanah dan 14,64 juta kl minyak solar, namun demikian masih kurang dalam setiap tahunnya.
“Berdasarkan pengalaman sebelumnya dan melihat kondisi saat ini, BPH Migas mengharapkan pasokan yang sudah dijatah tidak melebihi kuota yang telah ditetapkan,” Ujar Andy.
Pada kesempatan tersebut, Andy juga mengungkapkan mengenai masalah cadangan BBM nasional atau buffer stock. Menurutnya, meskipun BPH Migas melakukan pengaturan dan pengawasan, kalau tidak ada buffer stock, Indonesia akan selalu kekurangan BBM yang pada akhirnya dapat menghambat atau mengganggu aktivitas dan stabilitas ketahanan energi.
“Salah satu tugas BPH Migas adalah mengatur dan menetapkan cadangan BBM dan ini belum tersentuh. Padahal cadangan ini cukup penting. Misalnya cadangan penyangga pemerintah 30 hari, badan usaha cadangannya 15 hari,” pungkasnya.