Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Azwir Dainy Tara mengusulkan supaya Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) yang saat ini hanya berada di pusat bisa memiliki perwakilan atau cabang-cabang di daerah seperti SKK Migas.
“Kedepan harus dibuka cabang-cabang atau perwakilan dibeberapa daerah dengan anggaran memadai, SDM memadai, perwakilan memadai dan koordinasi dengan aparat pemerintah, baik kepolisian, TNI untuk mengatasi masalah BBM. Kalau tenaga kerja hanya sejumlah 200 orang di pusat sementara tidak ada cabang-cabang seperti SKK Migas didaerah bagaimana mau mengontrol secara baik,” kata Azwir.
Tugas dan fungsi BPH Migas sangat mulia. Ia telah beberapa kali mengungkapkan saat RDP dan Raker dengan menteri bahwa dengan keterbatasan personil, anggaran dan kemampuan bagaimana bisa mengendalian serta mengawasi Republik Indonesia yang begitu luas. Padahal BPH Migas sudah melaksanakan tugas dengan baik, namun belum optimal.
“Hal ini karena keterbatasan sarana dan prasarana, dana dan SDM. Begitu luasnya wilayah Republik Indonesia termasuk 18 ribu kepulauan, dengan tenaga yang sangat terbatas berada di pusat bagaimana mau mengatasi pengawasan. Saya pikir akan sulitm,” pungkasnya.
Oleh karena itu, lanjut Azwir kedepan diharapkan hal ini dapat diteruskan bagi teman-teman yang akan meneruskan perjuangan di Komisi VII, mungkin khusus dibuat UU tentang BPH Migas untuk mengontrol dan mengawasi.
Sedangkan Tommy Adrian Firman dari Fraksi Partai PPP mengungkapkan BPH Migas harus melakukan langkah-langkah atau satu gebrakan yang tidak takut dengan siapapun, karena BPH Migas memang punya kewenangan. Apabila terjadi kelangkaan dan segala macamnya supaya BPH Migas tetap melakukan pengawasan dengan aturan-aturan yang BPH Migas miliki.
“Untuk kedepanya gak usah takut. Selama selalu berkoordinasi dengan Komisi VII apapun yang dilakukan BPH Migas itu kami dukung. BPH Migas harus didukung full supaya mereka bisa bekerja maksimal, mereka juga bisa menagkap, menyidik bisa segalanya,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Sommeng mengatakan terbentuknya BPH Migas seperti yang diamanatkan UU Nomor 22 tahun 2001, diakuinya sangat mulia sekali. Oleh sebab itu tidak satupun ayat yang dianulir oleh MK. Semua ayat yang berkaitan dengan Badan Pengatur tidak ada satu pun yang dianulir karena dianggap sesuai dengan konstitusi.
Diakui Andy, dalam perjalanannya ternyata dalam sinkronisasi dan harmonisasi supaya kita patuh terhadap UU Nomor 22 tahun 2001 itu kurang berjalan dengan baik. “Aturan-aturan dibawahnya banyak yang mengkebiri dari pada amanat ataupun norma yang sudah dituangkan dalam UU nomor 22 tahun 2001. Institusi ini (BPH Migas) berjalan agak begitu terseok seok karena kita tidak patuh dalam menjalankan norma-norma yang ada dalam uu nomor 22 tahun 2001,” tegasnya.
Padahal lanjut Andy, UU Migas itu mengenal yang namanya regulatory otority. Badan Pengatur itu on behalfpelaksana kebijakan dari pemeritah, disatu sisi juga mewakili badan usaha supaya kepentingan badan usaha juga dimengerti oleh pembuat kebijakan yang pada giliranya badan pengatur ini adalah on behalf dari pada masyarakat sehingga msyarakat itu dilindungi hak-haknya.