Jakarta — Sesuai dengan ketentuan Pasal 8 Undang-undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi BPH Migas bertanggungjawab atas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan kegiatan Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa.
Dalam kegiatan tersebut, BPH Migas yang dibentuk berdasarkan UU Migas Nomor 22 tahun 2001 tersebut memangku tiga Kepentingan, yaitu pemerintah, Badan Usaha dan rakyat. Sehingga menjadi sesuatu yang sangat penting untuk tetap dipertahankan exsistensinya. Terlebih BPH Migas sebagai salah satu Badan yang cukup efisien dalam penggunaan anggaran operasional.
Sekretaris Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Umi Asngadah mengatakan semua biaya keperluan BPH Migas seperti gaji dan biaya operasional lainnya dibiayai oleh Iuran Badan Usaha yang diatur dan bukan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
“Selama ini seluruh biaya operasional BPH Migas itu dibiayai dari Iuran Badan Usaha yang telah memiliki Izin Usaha Niaga Umum dan Izin Usaha Niaga Terbatas BBM, Izin Usaha Niaga Gas Bumi melalui Pipa, serta Izin Usaha Pengangkutan Gas bumi melalui Pipa,” kata Sekretaris BPH Migas, Umi Asngadah di Ruang Kerjanya, Jum,at (5/12/2014).
Ia menambahkan, dari data per 3 Desember 2014, besaran Iuran Badan Usaha yang sudah disetorkan ke Kas Negara telah mencapai Rp.962.573.357.102,-. Bahkan diprediksi akan mencapai lebih dari Rp.1 triliun diakhir 2014.
“Biaya operasional BPH Migas saat ini hanya Rp.109.815.401.062,-. atau sekitar 11% dari total penerimaan negara yang didapat Iuran Badan Usaha. Sehingga sisa anggaran yang tidak terserap disetorkan seluruhnya ke Kas Negara sebagai Pendapat Negara Bukan Pajak (PNBP). Sehingga BPH Migas sangat efisien dalam penggunaan anggaran,” pungkas Umi.