BPH Migas menyelenggarakan pemaparan hasil kajian sub penyalur dan rapat persamaan persepsi rancangan peraturan badan pengatur hilir minyak dan gas bumi tentang penyaluran jenis bbm tertentu dan jenis bbm khusus penugasan pada daerah yang belum terdapat penyalur bertempat di Gedung BPH Migas, Rabu (04/12/19)
Rapat dihadiri oleh Tim Harmonisasi Kementerian Hukum dan Ham, Pusat Studi Energi UGM, Bag Hukum BPH Migas dan Sub Direktorat Pengaturan BBM, beberapa hasil dari rapat tersebut antara lain:
1. PSE UGM Menyampaikan:
a) Sebelum melakukan kajian tim PSE UGM melakukan pemetaan terhadap peraturan yang terkait dengan sub penyalur;
b) Untuk dapat mewujudkan BBM berkeadilan harus ada Availability, Accesibility, Affordability, Good Subsidy dan Affirmative Action;
c) Berdasarkan pemetaan terhadap ketersediaan penyalur, di Indonesia masih ada kurang lebih 53,3 % kecamatan di indonesia yang belum terdapat fasilitas penyalur;
d) Terkait tugas pembantuan (madebewind) pembiayaan ditanggung oleh instansi yang meminta tugas pembantuan, sudah dilakukan studi perbandingan ke Kemenaker dan membutuhkan anggaran -/+ Rp. 133 Miliar/tahun;
e) Skema Pembuatan Peraturan Bersama diperlukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan kegiatan yang dapat dilakukan hanya terkait pengawasan;
f) Bahwa berdasarkan penjelasan diatas maka skema yang dipilih adalah skema sub penyalur sebagai mitra dari Badan Usaha dengan mengacu pada skema daerah terpencil yang tertuang pada Pasal 76 PP 36 Tahun 2014 dan untuk lokasi daerah terpencil yang mekanisme pasarnya belum berjalan. Untuk merealisasikan hal tersebut dibutuhkan substansi pengaturan sebagai berikut:
• Menteri ESDM berdasarkan kewenangannya menetapkan lokasi untuk daerah terpencil;
• BPH Migas berwenang melakukan pengaturan untuk distribusi BBM di daerah terpencil;
• Pilihan instrumen Peraturan yang dipilih adalah merevisi Peraturan BPH Migas 06 tahun 2015.
2. Kemenkumham menyampaikan:
a) Dalam penyusunan peraturan skala kecil perlu diperhatikan peraturan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lain baik vertical maupun horizontal;
b) Memastikan peraturan yang sedang disusun dapat mengakomodir tujuan hukum yang adil dan tepat sasaran;
c) Terkait permasalahan kewenangan Pemerintah Daerah di UU 23 tahun 2014 tentang Pemda perlu ada pembahasan lebih dalam kembali dengan Kementerian Dalam Negeri;
d) Sebaiknya konsep peraturan bersama dihindari karena tidak dikenal dalam jenis dan hierarki UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, baiknya di design dengan menggunakan MoU dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Ham, Menteri Kelautan dan Perikanan dan Kepolisian serta ada perbandingan dengan kabupaten/kota yang sudah menerapkan sub penyalur karena untuk merubah UU No 23 tahun 2014 tentang Pemda sulit dilaksanakan;
e) Terkait dengan kewenangan Pemerintah Daerah seperti penentuan harga, pengawasan dan penunjukan sub penyalur lebih baik disesuaikan dengan kewenangan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.