Bireun Aceh – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menggelar sosialisasi implementasi sub penyalur bahan bakar minyak (BBM) kepada masyarakat di Kabupaten Bireun, Provinsi Aceh, Sabtu (2/2/2019) bertempat di Gedung Aula Pendopo Sekretariat Daerah Kabupaten Bireuen.
Acara sosialisasi Sub Penyalur ini di dilaksanakan dihadapan 100 orang yang merupakan perwakilan dari Pemerintah Daerah dan Masyarakat Kabupaten Biereun dan sekitarnya. Hadir sebagai Narasumber pada acara tersebut Anggota Komisi VII DPR RI Bpk. H Firmandez, Komite BPH Migas Bpk.M. Lobo Balia, Kasubdit Pengaturan BBM BPH Migas Bpk. I Ketut Gede Aryawan, Asisten 3 Bidang Adiministrasi Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bireuen Bpk Dailani ST, Biro Hukum Kementerian ESDM Bpk. Muhidin dan Kacab . PT Pertamina Persero cabang Banda Aceh Bpk Awan Raharjo. Langkah ini bertujuan untuk mempercepat penerapan program BBM Satu Harga secara Nasional.
Dalam Sambutannya Komite BPH Migas M. Lobo Balia menyampaikan bahwa Sesuai dengan amanat Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Pasal 8 Ayat (2), disebutkan bahwa “Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah NKRI”. yang dalam pelaksanaannya diamanahkan kepada BPH Migas untuk melakukan pengaturan dan pengawasan dalam upaya menjamin ketersediaan dan kelancaran distribusi BBM di seluruh wilayah NKRI.
Dalam kenyataannya banyak Daerah di Indonesia terutama di Daerah 3 T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal) yang belum memiliki infrastruktur penyalur (SPBU) sehingga masyarakat harus membeli BBM dengan harga yang berlipat-lipat dari harga yang ada di Penyalur.
Jumlah Penyalur di Indonesia saat ini sebanya 7.080 penyalur dengan luas Daratan Indonesia sebesar 1.992.570 km2, maka ratio penyalur 271,55 km2/penyalur dan sebagian besar penyalur ada di Pulau Jawa dan Kota-Kota Besar di Indonesia. Ketiadaan penyalur mendorong tumbuhnya penyalur illegal atau yang sering dikenal dengan pengecer/pertamini akibatnya masyarakat harus membeli BBM dengan harga tinggi dan tingkat keamanan yang belum terjamin. Untuk mengatasi Hal tersebut BPH Migas telah mengeluarkan Peraturan BPH Migas Nomor 06 tahun 2015 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan pada wilayah yang belum terdapat Penyalur.
Kepala Sub Direktorat Pengaturan BBM BPH Migas I Ketut Gede Aryawan menyampaikan bahwa sub penyalur BBM merupakan perwakilan dari sekelompok konsumen pengguna jenis BBM tertentu di daerah yang tidak terdapat penyalur BBM. Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi jika ingin menjadi sub penyalur BBM. “Ada 2 tahapan besar (untuk jadi sub penyalur BBM), pertama tahapan sebelum impelementasi sub penyalur dan kedua tahapan persyaratan untuk menjadi sub penyalur,” kata Ketut dalam acara tersebut.
Tahapan awal, kepala daerah setempat membentuk tim yang bertugas untuk menunjuk sub penyalur BBM. Setelah itu, bupati atau wali kota juga menentukan besaran ongkos dari penyalur ke sub penyalur serta menentukan standarisasi teknis peralatan sub penyalur.
“Ongkos ditentukan Pemda, bukan BPH Migas bukan Pertamina karena yang tahu kondisi daerah setempat itu Bupati,” tambah Ketut.
Pihak yang ditunjuk sebagai sub penyalur sendiri harus memiliki kriteria yang ditentukan. Kriteria paling dasar mereka harus berpengalaman mengelola kegiatan usaha atau unit usaha.
Lokasi yang nantinya akan dijadikan sebagai tempat sub penyalur harus memenuhi standar Keselamatan Kerja, dan Lindungan Lingkungan (K3LL) dan megantongi izin lokasi dari pemda. Lokasi sub penyalur BBM juga harus aman dari jangkauan sumber api yang dapat memicu terjadinya kebakaran.
“Lokasi sub penyalur paling tidak berjarak 5 kilometer dari Agen Premium dan Minyak Solar (APMS), atau 10 kilometer dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) atau atas pertimbangan lain yang dapat dipertanggungjawabkan,” imbuhnya.
Ketut mengatakan sub penyalur BBM juga harus memiliki tempat penyimpanan BBM dengan kapasitas maksimal 3.000 liter serta memiliki atau menguasai alat angkut dan peralatan penyaluran BBM sesuai standar teknis dan K3LL.
Lebih lanjut, bagi pihak yang ingin menjadi subpenyalur juga harus mendata konsumen yang nantinya akan disalurkan BBM. “Jadi tidak boleh mau jadi sub penyalur, tetapi kosnumennya dia tidak tahu siapa, karena konsumen sub penyalur ini merupakan konsumen yang diwakili, bedanya di situ. Data konsumen harus jelas,” tukasnya.
BPH Migas berharap banyak masyarakat yang megnajukan diri sebagai sub penyalur termasuk di Kabupaten Bireuen, Aceh. Karena, selain mempercepat implementasi BBM satu harga, sub penyalur juga berperan menyalurkan BBM ke daerah yang belum terjangkau.
Harapan BPH Migas, dengan makin banyaknya sub penyalur, harga BBM dapat dikendalikan. Kalau di penyalur wajib satu harga, kalau di tingkat sub penyalur, harga BBM satu harga ditambah ongkos angkut, artinya harganya dikendalikan Pemda.