Dikutip dari halaman website CNBC Indonesia;
Berkurangnya alokasi bahan bakar minyak bersubsidi tahun ini membuat kuota sudah menipis sebelum akhir tahun. Untuk itu diperlukan pengendalian oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) untuk BBM tertentu tahun ini, demi menghindari over kuota.
Pengaturan ini telah dilakukan sejak 1 Agustus 2019. Sebelumnya pemerintah menetapkan BBM subsidi (Jenis BBM Tertentu/JBT) sebanyak 15,11 juta KL dengan rincian untuk solar 14,5 juta KL kerosene atau minyak tanah 0,61 juta KL.
Jumlah ini turun dibanding 2018, di mana jatah bensin solar subsidi mencapai 15,62 juta. Sementara bensin Premium (JBKP) alokasi tahun ini 11 juta KL, turun dibanding 2018 yang 11,8 juta KL.
Dikutip dari halaman website CNBC Indonesia;
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) berupaya mengendalikan kuota bahan bakar minyak jenis tertentu. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi alokasi yang semakin menipis.
Kepala BPH Migas, M Fanshurullah Asa mengatakan dengan jumlah 7.251 penyalur yang tersebar di wilayah Indonesia, masih belum cukup memenuhi kebutuhan masyarakat. Pasalnya jumlah penyalur tersebut baru mencapai rasio distribusi 265,15 meter persegi per penyalur.
“Padahal jumlah Kecamatan di wilayah 3T adalah sebanyak 2.319, dari jumlah tersebut masih terdapat 1.582 Kecamatan di wilayah 3T yang masih belum memiliki penyalur,” kata Ifan, panggilan akrab Fanshurullah dalam siaran resminya, Kamis, (19/09/2019).
Dikutip dari halaman website CNBC Indonesia;
Alokasi yang lebih sedikit dibanding tahun lalu dan konsumsi yang masih tinggi membuat kuota bahan bakar minyak bersubsidi sudah menipis bahkan sebelum tahun 2019 berakhir.
Sesuai dengan APBN 2019, untuk BBM subsidi (JBT) ditetapkan sebanyak 15,11 juta KL dengan rincian untuk Solar 14,5 juta KL kerosene atau minyak tanah 0,61 juta KL. Jumlah ini turun dibanding tahun 2018, dimana jatah bensin Solar subsidi mencapai 15,62 juta.