Jakarta — Produksi minyak bumi dalam Negeri mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Salah satunya penyebabnya adalah karena sumur-sumur minyak di Indonesia sudah cukup lama dan produksi minyak bumi dalam negeri sudah mencapai titik penurunan cukup signifikan.
Sekretaris Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi, Umi Asngadah menjelaskan di 2015, Pemerintah bersama DPR-RI telah menetapakan liftingminyak Bumi sebesar 900.000 barel per hari (bph) dan kemungkinan targetlifting diprediksi hanya sekitar 818.000 bph. Sedangkan kebutuhan minyak bumi dalam negeri mencapai rata-rata 1,3 ribu barel per hari.
“Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat defisit produksi minyak bumi dalam negeri,” Ujar Umi Asngadah saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (7/1/2015).
Oleh sebab itu, tutur Umi, untuk memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) didalam negeri, Pemerintah harus melakukan impor BBM maupun minyak mentah. Mengingat minyak bumi sebagai komoditas strategis maka harus dikendalikan dengan mempertimbangkan kepentingan hajat hidup rakyat, karenanya perlu dilakukan pengendalian (pengaturan) melalui suatu Badan independen yang dapat mengatur komoditas tersebut.
Menurutnya, pengaturan yang handal dan profesional sangat dibutuhkan, dan saat ini telah ada BPH Migas yang merupakan lembaga mandiri, mengingat biaya operasionalnya dipenuhi dari iuran Badan Usaha yang diaturnya. Bahkan, lanjut Umi, 86 persen penerimaan iuran Badan Usaha disetor ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) .
“Lembaga ini Seyogyanya dapat dijadikan sebagai “cikal bakal” Regulator Sektor Migas yang berfungsi mewakili tiga kepentingan, yaitu Pemerintah, masyarakat, dan Badan Usaha. Badan Regulator tersebut idealnya berperan aktif membangun ketahanan energi nasional,” tandas Umi.