aJakarta – Realisasi penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi hingga 30 April 2014 dari laporan PT Pertamina (Persero) yang belum diverifikasi oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) telah mencapai 14.995.036 kiloliter (KL) atau 31,7% dari kuota Pertamina 2014.
Untuk Bensin Premium dari kuota APBN 2014, PT Pertamina sebesar 32.320.000 KL terealisasi 9.517.674 KL atau 29,4%, Kerosin dari kuota sebesar 900.000 KL terealisasi sebanyak 325.078 KL atau 36,1%, dan Minyak Solar dari kuota sebesar 14.135.000 KL terealisasi 5.152.284 KL atau 36,5%.
Menurut Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero), Hanung Budya dalam surat yang dikirimkan ke BPH Migas pada tanggal 20 Mei 2014, dengan nomor surat 113/F00000/2014-S3, mengungkapkan terjadi peningkatan sebesar 0,78%.
“Realisasi penjualan BBM bersubsidi secara keseluruhan periode sampai dengan 30 April 2014 terjadi peningkatan sebesar 0,78%, bila dibandingkan periode yang sama tahun 2013,” katanya.
Jika melihat konsumsi BBM bersubsidi sampai dengan April 2014 dibandingkan konsumsi tahun 2013 pada periode yang sama untuk bensin premium terjadi peningkatan konsumsi sebesar 0,41%, minyak solar/biosolar terjadi peningkatan konsumsi sebesar 2,41%. Sementara untuk minyak tanah terjadi penurunan konsumsi sebesar 12,02%.
Hanung menambahkan, terjadinya peningkatan konsumsi BBM bersubsidi untuk jenis bensin premium dan minyak solar karena beberapa hal, diantaranya adanya peningkatan jumlah kendaraan bermotor, disparitas harga antara bensin premium dengan BBM non subsidi (Pertamax) yang mencapai Rp. 4.350,-/liter.
Sedangkan disparitas harga solar subsidi dengan solar non subsidi sangat tinggi mencapai Rp 7.100,- per liter. Selanjutnya adalah target pertumbuhan ekonomi tahun 2014 sebesar 5,4% membutuhkan konsumsi BBM jenis premium dan minyak solar untuk menunjang pertumbuhan tersebut.
“Pertumbuhan konsumsi minyak solar sampai dengan Maret 2014 dibandingkan periode yang sama tahun 2013 hanya 2,41%, jauh lebih rendah bila dibandingkan pertumbuhan 2013 vs 2012 sebesar 3,12% karena adanya berbagai upaya pengendalian penyaluran minyak solar PSO yang dilakukan di seluruh wilayah,” jelas Hanung.