Surabaya — Pemerintah beberapa waktu lalu telah menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi masing-masing sebesar Rp. 2.000 per liter untuk Jenis Bensin Premium dan Minyak Solar, pada tanggal 17 Oktober 2014 lalu.
Kenaikan harga ini pun mengakibatkan disparitas antara BBM subsidi dengan non subsidi semakin sedikit. Atas dasar itu, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Harry Poernomo mengatakan Surat Edaran BPH Migas No. 937/07/Ka BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014 tentang pengendalian BBM subsidi solar dan premium yang salah satunya melarang pom bensin di rest area tol menjual BBM bersubsidi sudah tidak relevan.
“Saya pikir surat edaran BPH Migas yang melarang pom bensin di rest area jalan tol menjual BBM subsidi sudah tidak relevan lagi. Harga BBM subsidi sudah naik sehingga banyak yang migrasi ke pertamak. Jadi mohon dikoreksi, walaupun memang itu untuk menjaga kuota. Pasti ada jalan keluar,” kata Harry saat kunjungan kerja Reses Masa Persidangan I Tahun 2014-2015 di Surabaya, Selasa (9/12/2014).
Oleh karena itu, tutur Harry mohon supaya BPH Migas jangan melarang penjualan BBM subsidi di jalan tol apalagi ini mau liburan jalan tol akan penuh, ijinkan pertamina tetap menjual BBM PSO di jalan tol. “Kalau di tutup menurut saya ini pemikiran yang kurang pas,” katanya.
Selain itu Harry juga menyinggung keberadaan PT AKR Corporindo yang ikut dalam pendistribusian BBM bersubsidi dan non subsidi. Dirinya pun meminta adanya audit untuk PT AKR.
“Saya minta diaudit 5 tahun terakhir PT AKR itu minyaknya dari mana, impor berapa, bayar pajak bea masuk berapa?,” tegasnya.
Menanggapi pernyataan tersebut, Komite BPH Migas Sumihar Panjaitan mengungkapkan apabila larangan penjualan BBM subsidi di rest area jalan tol dibuka kembali dikhawatirkan akan menambah kuota, karena proyeksinya akan meningkat sekitar 1,4 juta KL sampai 1,7 juta KL, sehingga akan membebani paling tidak PT Pertamina sendiri.
Dipaparkan Sumihar, BPH Migas memberlakukan surat penugasan penyediaan dan pendistribusian BBM PSO dari tanggal 1 Januari pukul 00.00 WIB sampai 31 Desember pukul 24.00 WIB. Hal inisejalan dengan undang-undang APBN Nomor 12 tahun 2014 yang telah menyatakan bahwa volumeBBM PSO dikunci sebesar 46 juta KL.
“Berdasarkan hal tersebut jadi BPH Migas tidak bisa keluar dari ketentuan tersebut,” tegas Sumihar.
Terkait dengan permintaan adanya audit 5 tahun terakhir untuk PT AKR Corporindo, Sumihar menguraikan selaku perusahaan publik, PT AKR pasti transparan, terlebih hal ini akan berkaitan dengan nilai sahamnya. “Sehingga menurut hemat kami mereka sudah pasti diaudit oleh akuntan publik,” jelasnya